Buku Hidroponik PDF Gratis
Tuesday, February 19, 2019
Edit
Berikut ini adalah berkas Buku-buku mengenai Hidroponik Gratis. Download file format PDF. Banyak sekali pencarian mengenai hidroponik diantaranya buku hidroponik pdf, download gratis buku hidroponik, download buku hidroponik pdf, buku hidroponik gramedia, hidroponik portabel, bertanam hidroponik untuk pemula, 6 teknik hidroponik, dan mudah-mudahan berkas-berkas mengenai hidroponik ini bisa menjadi tambahan referensi bagi anda yang membutuhkan.
Hidroponik |
Buku Hidroponik PDF Gratis
Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi beberapa berkas mengenai Hidroponik yang mudah-mudahan bisa menjawab pertanyaan terkait dengan hidroponik botol, hidroponik sederhana, hidroponik paralon, materi hidroponik, hidroponik cabe, jenis tanaman hidroponik, metode hidroponik, nutrisi hidroponik dan lain-lain:
Hidroponik adalah suatu istilah yang digunakan untuk bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai media tumbuhnya. Tanaman dapat di tanam dalam pot atau wadah lainnya dengan menggunakan air dan atau bahan-bahan porus lainnya, seperti kerikil, pecahan genting, pasir, pecahan batu ambang, dan lain sebagainya sebagai media tanamnya.
Untuk memperoleh zat makanan atau unsur-unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman, ke dalam air yang digunakan dilarutkan campuran pupuk organik. Campuran pupuk ini dapat diperoleh dari hasil ramuan sendiri garam-garam mineral dengan formulasi yang telah ditentukan atau menggunakan pupuk buatan yang sudah siap pakai.
Bercocok tanam secara hidroponik dapat memberikan keuntungan, antara lain :
Sistem Hidroponik
Bumi telah cukup lama menikmati kondisi cuaca yang baik, namun demikian saat ini semua itu telah berubah. Jumlah air tanah yang melimpah di setiap tempat saat ini telah tercemari tanpa dapat diperbaiki secara cepat. Kondisi sistem tata surya juga memasuki era baru yang akan sangat mempengaruhi kehidupan di bumi. Akibatnya kita mengahadapi berbagai permasalahan produksi tanaman terutama produksi tanaman di lahan terbuka (open field). Dalam sejarah peradaban manusia, ketika pemerintah tidak dapat lagi menyediakan pangan untuk rakyatnya, maka akan terjadi perubahan yang sangat nyata pada bidang sosial, ekonomi, dan politik.
Bila kita melihat data dokumen perubahan cuaca dan lingkungan yang terjadi akan terlihat betapa kritisnya kondisi sistem produksi pangan dan ketersediaan pangan dunia. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah perlunya memperluas sistem produksi tanaman dalam lingkungan terkendali yang senantiasa dapat menyelamatkan sumberdaya air.
Pola cuca saat ini telah berubah, apa yang kita lihat saat ini adalah adanya musim hujan yang sangat ekstrim basah dan musing kering yang sangat ekstrim kering. Menurut dua ahli meteorologi Benard dan Goodavage, kita saat ini berada pada kondisi cuaca yang kritis dan diramalkan akan semakin memburuk, menurut mereka perubahan dalam pola jetstream akan mempengaruhi pola perubahan temperatur dan curah hujan dan akan mempengaruhi kondisi pertanian di seluruh dunia.
Beberapa teori menyebutkan bahwa perubahanan pola jetstream terjadi akibat perubahan cuaca dunia. Beberapa ilmuwan menyatakan bahwa hal tersebut berhubungan dengan tingginya karbondioksida dan gas lain yang terlepas ke udara akibat pembakaran minyak yang berasal dari fosil. Beberapa dari polutan ini menyebabkan meningkatnya suhu udara yag lebh dikenal dengan “Greenhouse Effect” (Efek rumah kaca).
Sebagai solusi permasalahan yang begitu besar di atas, manusia secara kreatif telah mengembangkan berbagai teknologi untuk memproduksi tanaman sayuran, buah, dan tanaman hias tanpa menggunakan tanah dengan jumlah air yang sedikit. Tanaman juga dapat dibudiayakan di dalam lingkungan terkendali, sehingga secara efisien dapat memanfaatkan pupuk yang mahal harganya dan beberapa sumberdaya yang terbatas ketersediannya. Teknologi ini dikenal dengan nama Hidroponik. Pada budidaya tanaman dengan sistem hidroponik, pemberian air dan pupuk memungkinkan dilaksanakan secara bersamaan. Manajemen pemupukan (fertilization) dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan manajemen irigasi (irrigation) yang selanjutnya disebut fertigasi (fertilization and irrigation). Dalam sistem hidroponik, pengelolaan air dan hara difokuskan terhadap cara pemberian yang optimal sesuai dengan kebutuhan tanaman, umur tanaman dan kondisi lingkungan sehingga tercapai hasil yang maksimum. Di bagian ini akan bibahas aspek utama dalam budidaya tanaman tanpa tanah.
Perkembangan Hidroponik
Hidroponik, budidaya tanaman tanpa tanah, telah berkembang sejak pertama kali dilakukan penelitian-penelitian yang berhubungan dengan penemuan unsur-unsur hara essensial yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Penelitian tentang unsur-unsur penyusun tanaman ini telah dimulai pada tahun 1600-an. Akan tetapi budidaya tanaman tanpa tanah ini telah dipraktekkan lebih awal dari tahun tersebut, terbukti dengan adanya taman gantung (Hanging Gardens) di Babylon, taman terapung (Floating Gardens) dari suku Aztecs, Mexico dan Cina (Resh, 1998)
Istilah hidroponik yang berasal dari bahasa Latin yang berarti hydro (air) dan ponos (kerja). Istilah hidroponik pertama kali dikemukakan oleh W.F. Gericke dari University of California pada awal tahun 1930-an, yang melakukan percobaan hara tanaman dalam skala komersial yang selanjutnya disebut nutrikultur atau hydroponics. Selanjutnya hidroponik didefinisikan secara ilmiah sebagai suatu cara budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah, akan tetapi menggunakan media inert seperti gravel, pasir, peat, vermikulit, pumice atau sawdust, yang diberikan larutan hara yang mengandung semua elemen essensial yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan normal tanaman (Resh, 1998).
Budidaya tanaman secara hidroponik memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan budidaya secara konvensional, yaitu pertumbuhan tanaman dapat di kontrol, tanaman dapat berproduksi dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi, tanaman jarang terserang hama penyakit karena terlindungi, pemberian air irigasi dan larutan hara lebih efisien dan efektif, dapat diusahakan terus menerus tanpa tergantung oleh musim, dan dapat diterapkan pada lahan yang sempit (Harris, 1988).
Hidroponik, menurut Savage (1985), berdasarkan sistem irigasisnya dikelompokkan menjadi: (1) Sistem terbuka dimana larutan hara tidak digunakan kembali, misalnya pada hidroponik dengan penggunaan irigasi tetes drip irrigation atau trickle irrigation, (2) Sistem tertutup, dimana larutan hara dimanfaatkan kembali dengan cara resirkulasi. Sedangkan berdasarkan penggunaan media atau substrat dapat dikelompokkan menjadi (1) Substrate System dan (2) BareRoot System.
Substrate System
Substrate system atau sistem substrat adalah sistem hidroponik yang menggunakan media tanam untuk membantu pertumbuhan tanaman. Sitem ini meliputi:
Sand Culture
Biasa juga disebut "Sandponics‟ adalah budidaya tanaman dalam media pasir. Produksi budidaya tanaman tanpa tanah secara komersial pertama kali dilakukan dengan menggunakan bedengan pasir yang dipasang pipa irigasi tetes. Saat ini "Sand Culture" dikembangan menjadi teknologi yang lebih menarik, terutama di negara yang memiliki padang pasir. Teknologi ini dibuat dengang membangun sistem drainase dilantai rumah kaca, kemudian ditutup dengan pasir yang akhirnya menjadi media tanam yang permanen. Selanjutnya tanaman ditanam langsung dipasir tanpa menggunakan wadah, dan secara individual diberi irigasi tetes.
Gravel Culture
Gravel Culture adalah budidaya tanaman secara hidroponik menggunakan gravel sebagai media pendukung sistem perakaran tanaman. Metode ini sangat populer sebelum perang dunia ke 2. Kolam memanjang sebagai bedengan diisi dengan batu gravel, secara periodik diisi dengan larutan hara yang dapat digunakan kembali, atau menggunakan irigasi tetes. Tanaman ditanam di atas gravel mendapatkan hara dari larutan yang diberikan. Walaupun saat ini sistem ini masih digunakan, akan tetapi sudah mulai diganti dengan sistem yang lebih murah dan lebih efisien.
Rockwool
Adalah nama komersial media tanaman utama yang telah dikembangkan dalam sistem budidaya tanaman tanpa tanah. Bahan ini besarsal dari bahan batu Basalt yang bersifat Inert yang dipanaskan sampai mencair, kemudian cairan tersebut di spin (diputar) seperti membuat aromanis sehingga menjadi benang-benang yang kemudian dipadatkan seperti kain "wool‟ yang terbuat dari "rock‟. Rockwool biasanya dibungkus dengan plastik. Rockwool ini juga populer dalam sistem Bag culture sebagai media tanam. Rockwool juga banyak dimanfaatkan untuk produksi bibit tanaman sayuran dan dan tanaman hias.
Bag Culture
Bag culture adalah budidaya tanaman tanpa tanah menggunakan kantong plastik (polybag) yang diisi dengan media tanam. Berbagai media tanam dapat dipakai seperti : serbuk gergaji, kulit kayu, vermikulit, perlit, dan arang sekam. Irigasi tetes biasanya diganakan dalam sistem ini. Sistem bag culture ini disarankan digunakan bagi pemula dalam mempelajari teknologi hidroponik, sebab sistem ini tidak beresiko tinggi dalam budidaya tanaman.
Bare Root System
Bare Root system atau sistem akar telanjang adalah sistem hidroponik yang tidak menggunakan media tanam untuk membantu pertumbuhan tanaman, meskipun block rockwool biasanya dipakai diawal pertanaman. Sitem ini meliputi:
Deep Flowing System
Dee Flowing System adalah sistem hidroponik tanpa media, berupa kolam atau kontainer yang panjang dan dangkal diisi dengan larutan hara dan diberi aerasi. Pada sistem ini tanaman ditanam diatas panel tray (flat tray) yang terbuat dari bahan sterofoam mengapung di atas kolam dan perakaran berkembang di dalam larutan hara.
Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST)
Teknologi Hidroponik Sistem Terapung adalah hasil modifikasi dari Deep Flowing System yang dikembangkan di Bagian Produksi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Perbedaan utama adalah dalam THST tidak digunakan aerator, sehinga teknologi ini reltif lebih effisien dalam penggunaan energi listrik. Pembahasan ditail dari THST disajikan dalam sub bab Kultur Air.
Aeroponics
Aeroponics adalah sistem hidroponik tanpa media tanam, namun menggunakan kabut larutan hara yang kaya oksigen dan disemprotkan pada zona perakaran tanaman. Perakaran tanaman diletakkan menggantung di udara dalam kondisi gelap, dan secara periodik disemprotkan larutan hara. Teknologi ini memerlukan ketergantungan terhadap ketersediaan energi listrik yang lebih besar.
Nutrient Film Tecnics (NFT)
Nutrient Film technics adalah sistem hidroponik tanpa media tanam. Tanaman ditanam dalam sikrulasi hara tipis pada talang-talang yang memanjang. Persemaian biasanya dilakukan di atas blok rockwool yang dibungkus plastik. Sistem NFT pertama kali diperkenalkan oleh peneliti bernama Dr. Allen Cooper. Sirkulasi larutan hara diperlukan dalam teknologi ini dalam periode waktu tertentu. Hal ini dapat memisahkan komponen lingkungan perakaran yang ‘aqueous’ dan ‘gaseous’ yang dapat meningkatkan serapan hara tanaman.
Mixed System
Ein-Gedi System disebut juga Mixed system adalah teknologi hidroponik yang menggabungkan aeroponics dandeep flow technics. Bagian atas perakaran tanaman terbenam pada kabut hara yang disemprotkan, sedangkan bagian bawah perakaran terendam dalam larutan hara. Sistem ini lebih aman dari pad aeroponics sebab bila terjadi listrik padam tanaman masih bisa mendapatkan hara dari larutan hara di bawah area kabut.
Kultur Air
Diantara budidaya tanaman tanpa tanah, kultur air adalah budidya tanaman yang menurut definisi merupakan sistem hidroponik yang sebenarnya. Kultur air juga sering disebut true hydroponics, nutri culture, atau bare root system. Di dalam kultur air, akar tanaman terendam dalam media cair yang merupakan larutan hara tanaman, sementara bagian atas tanaman ditunjang adanya lapisan medium inert tipis yang memungkinkan tanaman dapat tumbuh tegak (Resh, 1998).
Dalam sejarah perkembangan hidroponik, penelitian-penelitian pertama tentang hidroponik tercatat menggunakan sistem kultur air tanpa adanya substrat atau media tanam (Woodward, 1699). Teknik-teknik dasar kultur air modern telah dikembangkan oleh Sach dan Knopp pada tahun1860 (Hewitt dan Smith, 1975) dari beberapa hasil penemuan sebelumnya oleh Senebier tahun 1791 yang menyatakan bahwa akar tanaman akan mati bila terendam dalam air. Pada tahun 1804, De Sausser juga menyatakan bahwa disamping mengandung udara air juga mengandung CO2, campuran gas mengandung 20 % O2 (Hewit, 1966; Hewitt dan Smith, 1975).
Aerasi adalah suatu hal yang essensial untuk aktivitas perakaran walaupun hal ini sangat beragam antar spesies tanaman. Pengambilan unsur mineral akan terjadi ketidak seimbangan bila kondisi oksigen di perakaran menurun, sebaliknya akan terangsang bila konsentrasi oksigen di zona perakaran meningkat. Akumulasi karbondioksida (CO2) di dalam larutan hara akan menghambat absorbsi sebagian besar unsur hara tersebut oleh tanaman, sedangkan kekurangan oksigen (O2) walaupun tidak akan menekan absorbsi air (dalam periode tertentu) akan tetapi tetap menekan pengambilan unsur hara dari larutan hara (Soffer, 1985).
Selama lebih dari 300 tahun, kultur air merupakan suatu sistem yang paling sesuai untuk penelitian-penelitian hara dan metabolisme tanaman hingga saat ini. Beberapa hal yang menyebabkan hal di atas adalah sistem kultur air memiliki larutan hara yang homogen, adanya keseragaman seluruh sistem dalam mempengaruhi sistem perakaran, serta kemungkinan pengaturan kandungan unsur hara yang tepat.
Keberhasilan sistem kultur air dipengaruhi oleh beberapa faktor yang langsung berhubungan dengan perakaran tanaman diantaranya adalah (1) aerasi di zona perakaran, (2) kondisi perakaran, dan (3) sistem penopang tanaman yang memungkinkan tanaman tumbuh tegak. Manipulasi aerasi di zona perakaran pada sistem kultur air menurut Resh (1998) dapat dilakukan dengan pemberian udara ke dalam larutan hara tanaman menggunakan pompa atau kompresor. Disamping itu peningkatan aerasi di zona perakaran dapat pula dilakukan dengan sirkulasi larutan hara antara bak tanam dengan reservoar hara. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen bagi perakaran menurut Hochmuth (1991) di dalam kultur air (NFT) paling sedikit 1/3-1/2 sistem perakaran seharusnya tidak terendam larutan hara. Hal ini merupakan kunci perakitan teknologi hidroponik sistem terapung dimana tidak lagi diperlukan adanya energi listrik untuk menjalankan pompa ataupun kompresor guna meresirkulasi ataupun meningkatkan aerasi larutan hara.
Pengusahaan kultur air secara komersial untuk produksi tanaman sayuran telah dilakukan di beberapa negara antara lain Canada (Ingratta et al., 1985), Jepang (Takakura, 1985), Israel (Soffer, 1985), United Kingdom (Hurd, 1985), dan USA (Carpenter, 1985). Pengusahaan kultur air secara komersial di Jepang mencapai kurang lebih 2000 greenhouse atau sekitar 300 hektar. Unit kultur air sistem Jepang terdiri dari beberapa seri bak yang terbuat dari plastik yang berukuran lebar 0.8 m dan panjang 3 m dengan kedalaman 6-8 cm. Tanaman diselipkan dalam lubang pada sterofoam. Larutan hara dipompakan ke dalam bak selama 10 menit setiap jam, yang bertujuan untuk memelihara aerasi. Bak selalu penuh dengan larutan hara dimana akar tanaman terendam di dalamnya. Pipa aerasi dapat dipasang pada bak tanam untuk meningkatkan aerasi. Pipa aerasi ini mempunyai lubang berdiameter 2 mm pada setiap 4 cm panjang pipa (Resh 1998).
Modifikasi kultur air sistem Jepang telah dilakukan oleh Dr. Merle Jensen dari Environmental Research Laboratory (ERL), Universitas Arizona, Tucson, USA dengan pengembangan prototipe Raceway, Raft atau Floating System untuk produksi selada antara tahun 1981-1982. Dalam percobaan ini dapat dihasilkan 4.5 juta head selada per hektar per tahun (Jensen dan Collins, 1985). Sistem kultur air ini terdiri dari bak tanam yang relatif lebih dalam 15-20 cm, dengan lebar 60 cm dan panjang 30 m. Volume larutan hara kurang lebih 3.5 m kubik atau setara dengan 3 600 liter. Hara didalam bak relatif statik dengan pergerakan hanya 2-3 liter per menit. Dalam penelitian ini juga telah diuji efektivitas penggunaan alat sterilisasi larutan hara dengan UV-sterilizer terhadap fungi patogenik maupun non patogenik yang berasosiasi dengan tanaman di dalam greenhouse.
Produksi komersial sayuran daun untuk salad dalam sistem terapung (floating raft system) telah digunakan di Florida sejak awal tahun 1980-an (Resh, 1998). Sepuluh sampai 12 kali panen tanaman selada terutama bibb lettuce dihasilkan dalam greenhouse yang berpendingin. Dengan jarak tanaman yang rapat sistem ini dapat menghasilkan 1 juta per acre per tahun tanaman selada yang dapat dipasarkan. Masalah utama dari sistem komersial ini adalah tingginya modal awal untuk membangun sistem ini, dan biaya teknisi yang diperlukan untuk mengoperasikan sistem ini. Hal ini menyebabkan sistem terapung ini sulit diaplikasikan di tingkat petani. Teknologi hidroponik pasif, low-tech, dan non recirculating system telah dipelajari di Asian Vegetabel Research Center (AVRDC) di Taiwan dan di Universitas Hawaii (Kratky et al., 1988; Kratky, 1993, 1996). Penelitian hidroponik terapung untuk produksi tanaman sayuran didalam greenhouse di Florida menunjukkan hasil yang positif (Fedunak dan Tyson, 1997; Tyson et.al, 1998). Lima dari tujuh varietas komersial selada berhasil dibudidayakan menggunakan passive floating hydroponics di luar greenhouse, serta memenuhi persyaratan kualitas untuk dipasarkan (Tyson et al., 1999).
Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) merupakan sistem hidroponik tanpa substrat yang dikembangkan dari sistem kultur air. Teknologi ini dapat dioperasikan tanpa tergantung adanya energi listrik karena tidak memerlukan pompa untuk re-sirkulasi larutan hara. Hal ini menyebabkan THST menjadi lebih sederhana, mudah dioperasikan, dan murah, sehingga berpotensi untuk dikembangkan pada tingkat petani kecil. Studi pengembangan THST dilakukan untuk mengetahui jenis tanaman, disain panel, jenis dan volume media, umur bibit, sumber dan konsentrasi larutan hara, pupuk daun dan naungan, serta pemanfaatan kembali larutan hara yang optimal. Hasil studi menunjukkan bahwa jenis tanaman yang dapat dibudidayakan dengan THST adalah caisim (Tosakan), pakchoy (White tropical type), kailan (BBT 35), kangkung (Bangkok LP1), selada (Panorama,Grand Rapids, Red Lettuce, Minetto), dan seledri (Amigo).
Program Pemupukan Hidroponik
Larutan hara untuk pemupukan tanaman hidroponik di formulasikan sesuai dengan kebutuhan tanaman menggunakan kombinasi garam-garam pupuk. Jumlah yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan optimal tanaman. Program pemupukan tanaman melaui hidroponik walaupun kelihatannya sama untuk berbagai jenis tanaman sayuran, akan tetapi terdapat perbedaan kebutuhan setiap tanaman terhadap hara. Pupuk yang dapat digunakan dalam sistem hidroponik harus mempunyai tingkat kelarutan yang tinggi.
Larutan Hara
Dua ringkasan tulisan terbaik tentang perkembangan budidaya tanaman secara hidroponik telah ditulis oleh Cooper (1979) untuk sistem komersial dan ditulis oleh Jones (1982) untuk tujuan akademik. Dalam tulisan ini dikemukakan bahwa telah banyak diformulasikan berbagai macam hara untuk hidroponik, akan tetapi pada dasarnya penggunaan hara standar untuk tujuan komersial saat ini tidak berubah banyak dari komposisi hara tanaman yang didiskripsikan para ahli pada tahun 1800-an.
Sebagian besar tanaman hijau memerlukan total 16 elemen kimia untuk mempertahankan hidupnya. Dari total elemen ini hanya 13 yang dapat diberikan sebagai pupuk lewat perakaran tanaman, sedangkan 3 yang lain (Okisgen, Karbon dan Hidrogen) dapat diambil dari udara dan air (Mengel dan Kirkby, 1987). Dalam budidaya tanaman terkendali yang menggunakan tanah sebagai media, hanya sebagian kecil dari 13 unsur hara yang perlu menjadi perhatian. Sebab unsur yang diperlukan dalam jumlah kecil (hara mikro) dapat disuplai oleh tanah. Sehingga sebagian besar budidaya tanaman dalam greenhouse yang secara tradisional menggunakan tanah sebagai media hanya diberikan unsur makro N,P,K saja untuk pemupukannya.
Budidaya tanaman secara hidroponik memungkinkan petani mengontrol pertumbuhan tanaman, akan tetapi juga memerlukan kemampuan manajemen yang tepat untuk mencapai keberhasilan. Petani hidroponik tidak hanya harus memberikan 6 hara makro ( N, P, K, Ca, Mg, S) saja, akan tetapi harus juga memberikan 7 hara mikro (Fe, Mn, Cu, Zn, Mo, B) untuk mendukung pertumbuhan tanaman (Gerber, 1985).
Konsentrasi Hara
Menurut Hewitt (1966) terdapat kurang lebigh160 hara berdasar bentuk garam dan kandungan individual elemennya. Sedangkan menurut Resh (1998) terdapat hanya sekitar 30 komposisi hara tanaman. Namun demikian masih saja hal ini membingung bagi calon pengguna untuk memilih hara tanaman yang cocok untuk budidaya tanaman tertentu.
Menyediakan Tanaman
Memperoleh tanaman dengan cara persemaian (pembibitan)
Memperoleh tanaman dari bibit yang telah tersedia
Menanam Tanaman
Hidroponik adalah suatu istilah yang digunakan untuk bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai media tumbuhnya. Tanaman dapat di tanam dalam pot atau wadah lainnya dengan menggunakan air dan atau bahan-bahan porus lainnya, seperti kerikil, pecahan genting, pasir, pecahan batu ambang, dan lain sebagainya sebagai media tanamnya.
Untuk memperoleh zat makanan atau unsur-unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman, ke dalam air yang digunakan dilarutkan campuran pupuk organik. Campuran pupuk ini dapat diperoleh dari hasil ramuan sendiri garam-garam mineral dengan formulasi yang telah ditentukan atau menggunakan pupuk buatan yang sudah siap pakai.
Bercocok tanam secara hidroponik dapat memberikan keuntungan, antara lain :
- tanaman terjamin kebebasannya dari hama dan penyakit.
- produksi tanaman lebih tinggi.
- tanaman tumbuh lebih cepat dan pemakaian pupuk lebih efisien.
- tanaman memberikan hasil yang kontinu.
- lebih mudah dikerjakan tanpa membutuhkan tenaga kasar.
- tanaman dapat tumbuh pada tempat yang semestinya tidak cocok.
- tidak ada resiko sebagai ketergantungan terhadap kondisi alam setempat, dan
- dapat dilakukan pada tempat-tempat yang luasnya terbatas.
Sistem Hidroponik
Bumi telah cukup lama menikmati kondisi cuaca yang baik, namun demikian saat ini semua itu telah berubah. Jumlah air tanah yang melimpah di setiap tempat saat ini telah tercemari tanpa dapat diperbaiki secara cepat. Kondisi sistem tata surya juga memasuki era baru yang akan sangat mempengaruhi kehidupan di bumi. Akibatnya kita mengahadapi berbagai permasalahan produksi tanaman terutama produksi tanaman di lahan terbuka (open field). Dalam sejarah peradaban manusia, ketika pemerintah tidak dapat lagi menyediakan pangan untuk rakyatnya, maka akan terjadi perubahan yang sangat nyata pada bidang sosial, ekonomi, dan politik.
Bila kita melihat data dokumen perubahan cuaca dan lingkungan yang terjadi akan terlihat betapa kritisnya kondisi sistem produksi pangan dan ketersediaan pangan dunia. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah perlunya memperluas sistem produksi tanaman dalam lingkungan terkendali yang senantiasa dapat menyelamatkan sumberdaya air.
Pola cuca saat ini telah berubah, apa yang kita lihat saat ini adalah adanya musim hujan yang sangat ekstrim basah dan musing kering yang sangat ekstrim kering. Menurut dua ahli meteorologi Benard dan Goodavage, kita saat ini berada pada kondisi cuaca yang kritis dan diramalkan akan semakin memburuk, menurut mereka perubahan dalam pola jetstream akan mempengaruhi pola perubahan temperatur dan curah hujan dan akan mempengaruhi kondisi pertanian di seluruh dunia.
Beberapa teori menyebutkan bahwa perubahanan pola jetstream terjadi akibat perubahan cuaca dunia. Beberapa ilmuwan menyatakan bahwa hal tersebut berhubungan dengan tingginya karbondioksida dan gas lain yang terlepas ke udara akibat pembakaran minyak yang berasal dari fosil. Beberapa dari polutan ini menyebabkan meningkatnya suhu udara yag lebh dikenal dengan “Greenhouse Effect” (Efek rumah kaca).
Sebagai solusi permasalahan yang begitu besar di atas, manusia secara kreatif telah mengembangkan berbagai teknologi untuk memproduksi tanaman sayuran, buah, dan tanaman hias tanpa menggunakan tanah dengan jumlah air yang sedikit. Tanaman juga dapat dibudiayakan di dalam lingkungan terkendali, sehingga secara efisien dapat memanfaatkan pupuk yang mahal harganya dan beberapa sumberdaya yang terbatas ketersediannya. Teknologi ini dikenal dengan nama Hidroponik. Pada budidaya tanaman dengan sistem hidroponik, pemberian air dan pupuk memungkinkan dilaksanakan secara bersamaan. Manajemen pemupukan (fertilization) dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan manajemen irigasi (irrigation) yang selanjutnya disebut fertigasi (fertilization and irrigation). Dalam sistem hidroponik, pengelolaan air dan hara difokuskan terhadap cara pemberian yang optimal sesuai dengan kebutuhan tanaman, umur tanaman dan kondisi lingkungan sehingga tercapai hasil yang maksimum. Di bagian ini akan bibahas aspek utama dalam budidaya tanaman tanpa tanah.
Perkembangan Hidroponik
Hidroponik, budidaya tanaman tanpa tanah, telah berkembang sejak pertama kali dilakukan penelitian-penelitian yang berhubungan dengan penemuan unsur-unsur hara essensial yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Penelitian tentang unsur-unsur penyusun tanaman ini telah dimulai pada tahun 1600-an. Akan tetapi budidaya tanaman tanpa tanah ini telah dipraktekkan lebih awal dari tahun tersebut, terbukti dengan adanya taman gantung (Hanging Gardens) di Babylon, taman terapung (Floating Gardens) dari suku Aztecs, Mexico dan Cina (Resh, 1998)
Istilah hidroponik yang berasal dari bahasa Latin yang berarti hydro (air) dan ponos (kerja). Istilah hidroponik pertama kali dikemukakan oleh W.F. Gericke dari University of California pada awal tahun 1930-an, yang melakukan percobaan hara tanaman dalam skala komersial yang selanjutnya disebut nutrikultur atau hydroponics. Selanjutnya hidroponik didefinisikan secara ilmiah sebagai suatu cara budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah, akan tetapi menggunakan media inert seperti gravel, pasir, peat, vermikulit, pumice atau sawdust, yang diberikan larutan hara yang mengandung semua elemen essensial yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan normal tanaman (Resh, 1998).
Budidaya tanaman secara hidroponik memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan budidaya secara konvensional, yaitu pertumbuhan tanaman dapat di kontrol, tanaman dapat berproduksi dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi, tanaman jarang terserang hama penyakit karena terlindungi, pemberian air irigasi dan larutan hara lebih efisien dan efektif, dapat diusahakan terus menerus tanpa tergantung oleh musim, dan dapat diterapkan pada lahan yang sempit (Harris, 1988).
Hidroponik, menurut Savage (1985), berdasarkan sistem irigasisnya dikelompokkan menjadi: (1) Sistem terbuka dimana larutan hara tidak digunakan kembali, misalnya pada hidroponik dengan penggunaan irigasi tetes drip irrigation atau trickle irrigation, (2) Sistem tertutup, dimana larutan hara dimanfaatkan kembali dengan cara resirkulasi. Sedangkan berdasarkan penggunaan media atau substrat dapat dikelompokkan menjadi (1) Substrate System dan (2) BareRoot System.
Substrate System
Substrate system atau sistem substrat adalah sistem hidroponik yang menggunakan media tanam untuk membantu pertumbuhan tanaman. Sitem ini meliputi:
Sand Culture
Biasa juga disebut "Sandponics‟ adalah budidaya tanaman dalam media pasir. Produksi budidaya tanaman tanpa tanah secara komersial pertama kali dilakukan dengan menggunakan bedengan pasir yang dipasang pipa irigasi tetes. Saat ini "Sand Culture" dikembangan menjadi teknologi yang lebih menarik, terutama di negara yang memiliki padang pasir. Teknologi ini dibuat dengang membangun sistem drainase dilantai rumah kaca, kemudian ditutup dengan pasir yang akhirnya menjadi media tanam yang permanen. Selanjutnya tanaman ditanam langsung dipasir tanpa menggunakan wadah, dan secara individual diberi irigasi tetes.
Gravel Culture
Gravel Culture adalah budidaya tanaman secara hidroponik menggunakan gravel sebagai media pendukung sistem perakaran tanaman. Metode ini sangat populer sebelum perang dunia ke 2. Kolam memanjang sebagai bedengan diisi dengan batu gravel, secara periodik diisi dengan larutan hara yang dapat digunakan kembali, atau menggunakan irigasi tetes. Tanaman ditanam di atas gravel mendapatkan hara dari larutan yang diberikan. Walaupun saat ini sistem ini masih digunakan, akan tetapi sudah mulai diganti dengan sistem yang lebih murah dan lebih efisien.
Rockwool
Adalah nama komersial media tanaman utama yang telah dikembangkan dalam sistem budidaya tanaman tanpa tanah. Bahan ini besarsal dari bahan batu Basalt yang bersifat Inert yang dipanaskan sampai mencair, kemudian cairan tersebut di spin (diputar) seperti membuat aromanis sehingga menjadi benang-benang yang kemudian dipadatkan seperti kain "wool‟ yang terbuat dari "rock‟. Rockwool biasanya dibungkus dengan plastik. Rockwool ini juga populer dalam sistem Bag culture sebagai media tanam. Rockwool juga banyak dimanfaatkan untuk produksi bibit tanaman sayuran dan dan tanaman hias.
Bag Culture
Bag culture adalah budidaya tanaman tanpa tanah menggunakan kantong plastik (polybag) yang diisi dengan media tanam. Berbagai media tanam dapat dipakai seperti : serbuk gergaji, kulit kayu, vermikulit, perlit, dan arang sekam. Irigasi tetes biasanya diganakan dalam sistem ini. Sistem bag culture ini disarankan digunakan bagi pemula dalam mempelajari teknologi hidroponik, sebab sistem ini tidak beresiko tinggi dalam budidaya tanaman.
Bare Root System
Bare Root system atau sistem akar telanjang adalah sistem hidroponik yang tidak menggunakan media tanam untuk membantu pertumbuhan tanaman, meskipun block rockwool biasanya dipakai diawal pertanaman. Sitem ini meliputi:
Deep Flowing System
Dee Flowing System adalah sistem hidroponik tanpa media, berupa kolam atau kontainer yang panjang dan dangkal diisi dengan larutan hara dan diberi aerasi. Pada sistem ini tanaman ditanam diatas panel tray (flat tray) yang terbuat dari bahan sterofoam mengapung di atas kolam dan perakaran berkembang di dalam larutan hara.
Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST)
Teknologi Hidroponik Sistem Terapung adalah hasil modifikasi dari Deep Flowing System yang dikembangkan di Bagian Produksi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Perbedaan utama adalah dalam THST tidak digunakan aerator, sehinga teknologi ini reltif lebih effisien dalam penggunaan energi listrik. Pembahasan ditail dari THST disajikan dalam sub bab Kultur Air.
Aeroponics
Aeroponics adalah sistem hidroponik tanpa media tanam, namun menggunakan kabut larutan hara yang kaya oksigen dan disemprotkan pada zona perakaran tanaman. Perakaran tanaman diletakkan menggantung di udara dalam kondisi gelap, dan secara periodik disemprotkan larutan hara. Teknologi ini memerlukan ketergantungan terhadap ketersediaan energi listrik yang lebih besar.
Nutrient Film Tecnics (NFT)
Nutrient Film technics adalah sistem hidroponik tanpa media tanam. Tanaman ditanam dalam sikrulasi hara tipis pada talang-talang yang memanjang. Persemaian biasanya dilakukan di atas blok rockwool yang dibungkus plastik. Sistem NFT pertama kali diperkenalkan oleh peneliti bernama Dr. Allen Cooper. Sirkulasi larutan hara diperlukan dalam teknologi ini dalam periode waktu tertentu. Hal ini dapat memisahkan komponen lingkungan perakaran yang ‘aqueous’ dan ‘gaseous’ yang dapat meningkatkan serapan hara tanaman.
Mixed System
Ein-Gedi System disebut juga Mixed system adalah teknologi hidroponik yang menggabungkan aeroponics dandeep flow technics. Bagian atas perakaran tanaman terbenam pada kabut hara yang disemprotkan, sedangkan bagian bawah perakaran terendam dalam larutan hara. Sistem ini lebih aman dari pad aeroponics sebab bila terjadi listrik padam tanaman masih bisa mendapatkan hara dari larutan hara di bawah area kabut.
Kultur Air
Diantara budidaya tanaman tanpa tanah, kultur air adalah budidya tanaman yang menurut definisi merupakan sistem hidroponik yang sebenarnya. Kultur air juga sering disebut true hydroponics, nutri culture, atau bare root system. Di dalam kultur air, akar tanaman terendam dalam media cair yang merupakan larutan hara tanaman, sementara bagian atas tanaman ditunjang adanya lapisan medium inert tipis yang memungkinkan tanaman dapat tumbuh tegak (Resh, 1998).
Dalam sejarah perkembangan hidroponik, penelitian-penelitian pertama tentang hidroponik tercatat menggunakan sistem kultur air tanpa adanya substrat atau media tanam (Woodward, 1699). Teknik-teknik dasar kultur air modern telah dikembangkan oleh Sach dan Knopp pada tahun1860 (Hewitt dan Smith, 1975) dari beberapa hasil penemuan sebelumnya oleh Senebier tahun 1791 yang menyatakan bahwa akar tanaman akan mati bila terendam dalam air. Pada tahun 1804, De Sausser juga menyatakan bahwa disamping mengandung udara air juga mengandung CO2, campuran gas mengandung 20 % O2 (Hewit, 1966; Hewitt dan Smith, 1975).
Aerasi adalah suatu hal yang essensial untuk aktivitas perakaran walaupun hal ini sangat beragam antar spesies tanaman. Pengambilan unsur mineral akan terjadi ketidak seimbangan bila kondisi oksigen di perakaran menurun, sebaliknya akan terangsang bila konsentrasi oksigen di zona perakaran meningkat. Akumulasi karbondioksida (CO2) di dalam larutan hara akan menghambat absorbsi sebagian besar unsur hara tersebut oleh tanaman, sedangkan kekurangan oksigen (O2) walaupun tidak akan menekan absorbsi air (dalam periode tertentu) akan tetapi tetap menekan pengambilan unsur hara dari larutan hara (Soffer, 1985).
Selama lebih dari 300 tahun, kultur air merupakan suatu sistem yang paling sesuai untuk penelitian-penelitian hara dan metabolisme tanaman hingga saat ini. Beberapa hal yang menyebabkan hal di atas adalah sistem kultur air memiliki larutan hara yang homogen, adanya keseragaman seluruh sistem dalam mempengaruhi sistem perakaran, serta kemungkinan pengaturan kandungan unsur hara yang tepat.
Keberhasilan sistem kultur air dipengaruhi oleh beberapa faktor yang langsung berhubungan dengan perakaran tanaman diantaranya adalah (1) aerasi di zona perakaran, (2) kondisi perakaran, dan (3) sistem penopang tanaman yang memungkinkan tanaman tumbuh tegak. Manipulasi aerasi di zona perakaran pada sistem kultur air menurut Resh (1998) dapat dilakukan dengan pemberian udara ke dalam larutan hara tanaman menggunakan pompa atau kompresor. Disamping itu peningkatan aerasi di zona perakaran dapat pula dilakukan dengan sirkulasi larutan hara antara bak tanam dengan reservoar hara. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen bagi perakaran menurut Hochmuth (1991) di dalam kultur air (NFT) paling sedikit 1/3-1/2 sistem perakaran seharusnya tidak terendam larutan hara. Hal ini merupakan kunci perakitan teknologi hidroponik sistem terapung dimana tidak lagi diperlukan adanya energi listrik untuk menjalankan pompa ataupun kompresor guna meresirkulasi ataupun meningkatkan aerasi larutan hara.
Pengusahaan kultur air secara komersial untuk produksi tanaman sayuran telah dilakukan di beberapa negara antara lain Canada (Ingratta et al., 1985), Jepang (Takakura, 1985), Israel (Soffer, 1985), United Kingdom (Hurd, 1985), dan USA (Carpenter, 1985). Pengusahaan kultur air secara komersial di Jepang mencapai kurang lebih 2000 greenhouse atau sekitar 300 hektar. Unit kultur air sistem Jepang terdiri dari beberapa seri bak yang terbuat dari plastik yang berukuran lebar 0.8 m dan panjang 3 m dengan kedalaman 6-8 cm. Tanaman diselipkan dalam lubang pada sterofoam. Larutan hara dipompakan ke dalam bak selama 10 menit setiap jam, yang bertujuan untuk memelihara aerasi. Bak selalu penuh dengan larutan hara dimana akar tanaman terendam di dalamnya. Pipa aerasi dapat dipasang pada bak tanam untuk meningkatkan aerasi. Pipa aerasi ini mempunyai lubang berdiameter 2 mm pada setiap 4 cm panjang pipa (Resh 1998).
Modifikasi kultur air sistem Jepang telah dilakukan oleh Dr. Merle Jensen dari Environmental Research Laboratory (ERL), Universitas Arizona, Tucson, USA dengan pengembangan prototipe Raceway, Raft atau Floating System untuk produksi selada antara tahun 1981-1982. Dalam percobaan ini dapat dihasilkan 4.5 juta head selada per hektar per tahun (Jensen dan Collins, 1985). Sistem kultur air ini terdiri dari bak tanam yang relatif lebih dalam 15-20 cm, dengan lebar 60 cm dan panjang 30 m. Volume larutan hara kurang lebih 3.5 m kubik atau setara dengan 3 600 liter. Hara didalam bak relatif statik dengan pergerakan hanya 2-3 liter per menit. Dalam penelitian ini juga telah diuji efektivitas penggunaan alat sterilisasi larutan hara dengan UV-sterilizer terhadap fungi patogenik maupun non patogenik yang berasosiasi dengan tanaman di dalam greenhouse.
Produksi komersial sayuran daun untuk salad dalam sistem terapung (floating raft system) telah digunakan di Florida sejak awal tahun 1980-an (Resh, 1998). Sepuluh sampai 12 kali panen tanaman selada terutama bibb lettuce dihasilkan dalam greenhouse yang berpendingin. Dengan jarak tanaman yang rapat sistem ini dapat menghasilkan 1 juta per acre per tahun tanaman selada yang dapat dipasarkan. Masalah utama dari sistem komersial ini adalah tingginya modal awal untuk membangun sistem ini, dan biaya teknisi yang diperlukan untuk mengoperasikan sistem ini. Hal ini menyebabkan sistem terapung ini sulit diaplikasikan di tingkat petani. Teknologi hidroponik pasif, low-tech, dan non recirculating system telah dipelajari di Asian Vegetabel Research Center (AVRDC) di Taiwan dan di Universitas Hawaii (Kratky et al., 1988; Kratky, 1993, 1996). Penelitian hidroponik terapung untuk produksi tanaman sayuran didalam greenhouse di Florida menunjukkan hasil yang positif (Fedunak dan Tyson, 1997; Tyson et.al, 1998). Lima dari tujuh varietas komersial selada berhasil dibudidayakan menggunakan passive floating hydroponics di luar greenhouse, serta memenuhi persyaratan kualitas untuk dipasarkan (Tyson et al., 1999).
Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) merupakan sistem hidroponik tanpa substrat yang dikembangkan dari sistem kultur air. Teknologi ini dapat dioperasikan tanpa tergantung adanya energi listrik karena tidak memerlukan pompa untuk re-sirkulasi larutan hara. Hal ini menyebabkan THST menjadi lebih sederhana, mudah dioperasikan, dan murah, sehingga berpotensi untuk dikembangkan pada tingkat petani kecil. Studi pengembangan THST dilakukan untuk mengetahui jenis tanaman, disain panel, jenis dan volume media, umur bibit, sumber dan konsentrasi larutan hara, pupuk daun dan naungan, serta pemanfaatan kembali larutan hara yang optimal. Hasil studi menunjukkan bahwa jenis tanaman yang dapat dibudidayakan dengan THST adalah caisim (Tosakan), pakchoy (White tropical type), kailan (BBT 35), kangkung (Bangkok LP1), selada (Panorama,Grand Rapids, Red Lettuce, Minetto), dan seledri (Amigo).
Program Pemupukan Hidroponik
Larutan hara untuk pemupukan tanaman hidroponik di formulasikan sesuai dengan kebutuhan tanaman menggunakan kombinasi garam-garam pupuk. Jumlah yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan optimal tanaman. Program pemupukan tanaman melaui hidroponik walaupun kelihatannya sama untuk berbagai jenis tanaman sayuran, akan tetapi terdapat perbedaan kebutuhan setiap tanaman terhadap hara. Pupuk yang dapat digunakan dalam sistem hidroponik harus mempunyai tingkat kelarutan yang tinggi.
Larutan Hara
Dua ringkasan tulisan terbaik tentang perkembangan budidaya tanaman secara hidroponik telah ditulis oleh Cooper (1979) untuk sistem komersial dan ditulis oleh Jones (1982) untuk tujuan akademik. Dalam tulisan ini dikemukakan bahwa telah banyak diformulasikan berbagai macam hara untuk hidroponik, akan tetapi pada dasarnya penggunaan hara standar untuk tujuan komersial saat ini tidak berubah banyak dari komposisi hara tanaman yang didiskripsikan para ahli pada tahun 1800-an.
Sebagian besar tanaman hijau memerlukan total 16 elemen kimia untuk mempertahankan hidupnya. Dari total elemen ini hanya 13 yang dapat diberikan sebagai pupuk lewat perakaran tanaman, sedangkan 3 yang lain (Okisgen, Karbon dan Hidrogen) dapat diambil dari udara dan air (Mengel dan Kirkby, 1987). Dalam budidaya tanaman terkendali yang menggunakan tanah sebagai media, hanya sebagian kecil dari 13 unsur hara yang perlu menjadi perhatian. Sebab unsur yang diperlukan dalam jumlah kecil (hara mikro) dapat disuplai oleh tanah. Sehingga sebagian besar budidaya tanaman dalam greenhouse yang secara tradisional menggunakan tanah sebagai media hanya diberikan unsur makro N,P,K saja untuk pemupukannya.
Budidaya tanaman secara hidroponik memungkinkan petani mengontrol pertumbuhan tanaman, akan tetapi juga memerlukan kemampuan manajemen yang tepat untuk mencapai keberhasilan. Petani hidroponik tidak hanya harus memberikan 6 hara makro ( N, P, K, Ca, Mg, S) saja, akan tetapi harus juga memberikan 7 hara mikro (Fe, Mn, Cu, Zn, Mo, B) untuk mendukung pertumbuhan tanaman (Gerber, 1985).
Konsentrasi Hara
Menurut Hewitt (1966) terdapat kurang lebigh160 hara berdasar bentuk garam dan kandungan individual elemennya. Sedangkan menurut Resh (1998) terdapat hanya sekitar 30 komposisi hara tanaman. Namun demikian masih saja hal ini membingung bagi calon pengguna untuk memilih hara tanaman yang cocok untuk budidaya tanaman tertentu.
Menyediakan Tanaman
Memperoleh tanaman dengan cara persemaian (pembibitan)
- Sterilkan pasir yang telah disaring (ayak) dengan cara mecuci dengan air bersih secara berulang-ulang dan rendamlah dalam air mendidih selama lebih kurang satu jam.
- Cucilah baki persemaian dan isislah dengan pasir yang telah disterilkan tadi kira-kira setinggi 3-4 cm. (Baki persemaian terlebih dahulu diberi lubang pada alasnya).
- Siram baki persemaian dengan air bersih dan biarkan beberpa menit hingga kelebihan airnya terbuang.
- Taburkan biji tanaman yang akan ditanam di atas pasir pada baki persemaian. Usahakan letak biji satu dengan lainnya tidak terlalu rapat.
- Jagalah jangan sampai pasir tempat persemaian kekeringan. Gunakan hand sprayer yang diisi air biasa untuk menjaga kelembaban pasir atau bila perlu tutuplah baki persemaian dengan kaca.
- Pindahkan bibit tanaman yang diperoleh ke dalam tempat permanen atau persemaian kedua, setelah bibit tanaman memiliki 2-4 buah daun. Jika akan langsung ke tempat penenaman hidroponik, bersihkan pasir-pasir yang masih menempel pada akar tanaman.
Memperoleh tanaman dari bibit yang telah tersedia
- Pasanglah lembaran surat kabar bekas di atas meja atau tempat bekerja yang anda gunakan.
- Ambillah pot yang telah berisi tanaman dan tempatkan sebelah tanag anda di atas permukaan tanah dalam pot. Letakan tanaman dengan kukuh di antara jari-jari (diantara telunjuk dan jari tengah).
- Peganglah dasar pot dengan tangan yang masih bebas kemudian balikkan pot tersebut dan dengan hati-hati tarik keluar tanaman beserta akar-akarnya.
- Bila tanaman tidak mau lepas, benturkan pot tersebut dengan hati-hati secara berulang-ulang pada suatu permukaan yang keras, bila tetap tidak mau terlepas gunakan pisau tumpul untuk mengorek permukaan dalam bagian atas dari pot tersebut.
- Apabila telah berhasil peganglah batang tanaman (masih dalam posisi dijepit dua jari yang tidak terlalu kuat) dengan sebelah tangan dan gunakan tangan anda yang masih bebas untuk menghilangkan semua gumpalan tanah yang masih melekat pada akar tanaman. Lakukanlah langkah ini dengan hati-hati.
Menanam Tanaman
- Sediakan wadah atau pot yang akan dipakai. Usahakan jangan ada lubang bocor pada alasnya.
- Berilah lubang-lubang pada setiap sisi dari wadah, kira-kira 4-5 cm dari alasnya dan cucilah wadah tadi hingga bersih.
- Sediakan media yang akan digunakan (pasir, kerikil, atau pecahan bata). Cucilah dengan bersih media tersebut dan rendamlah dalam air mendidih selama kurang lebih satu jam.
- Masukkan media yang telah bersih pada wadah yang tersedia hingga volumenya mencapai 3-4 cm di atas lubang pada sisi wadah atau lebih tinggi tergantung wadah yang digunakan. Sisipkanlah pipa paralon pada tepi wadah.
- Tanamkan tanaman yang telah tersedia pada wadah yang telah berisi media tadi. Lakukan penanaman dengan hati-hati, usahakan tidak merusak akarnya. Sesuaikan jumlah tanaman dengan luas wadah.
- Tuangkanlah air bersih tanapa pupuk ke dalam wadah yang telah berisi tanaman. Tuangkan hingga mencapai permukaan media dan biarkan beberapa menit hingga kelebihan air terbuang melalui lubang-lubang di tepi wadah.
- Simpanlah wadah pada tempat yang aman. Usahakan untuk sementara tidak terkena cahaya matahari langsung. Bila dirasa perlu tutuplah wadah dengan plastik transparan.
- Biarkanlah tanaman hingga satu sampai dua minggu. Jangan sekali-kali memberi larutan pupuk pada wadah dengan tanaman yang baru ditanam. Periksalah air pada wadah melalui paralon, jika telah habis isi kembali dengan air bersih.
- Setelah satu atau dua minggu, atau telah tampak adanya akar atau daun baru, tuangkanlah larutan campuran pupuk. Pada saat ini tanaman sudah bisa menerima cahaya matahari penuh.
- Lakukanlah pemeriksaan terhadap tanaman secara kontinu. Tambahkanlah larutan pupuk yang baru apabila larutan pupuk dalam wadah hampir habis. Jangan terlalu sering memberi larutan pupuk hingga banyak yang terbuang.
- Buatlah catatan terhadap perubahan tanaman yang terjadi, seperti kecepatan tumbuh, warna daun, banyaknya buah yang dihasilkan dan lain sebagainya.
Download Buku Hidroponik PDF Gratis
Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas-berkas mengenai Hidroponik ini silahkan atau unduh filenya pada link di bawah ini: Download File:
Bertaman Sayuran Hidroponik.pdf
Hidroponik Sederhana.pdf
Macam-Macam Media Tanam Hidroponik.pdf
Panduan Teknis Budidaya Tanaman Cabai Merah.pdf
Pupuk Cabai Metode Hidroponik.pdf
Sistem Hidroponik.pdf
Tanaman Mentimun dalam Metode Hidroponik.pdf
Teknologi Media Tanam dan Sistem Hidroponik.pdf
- Teknologi Media Tanam dan Sistem Hidroponik.pdf
- Tanaman Mentimun dalam Metode Hidroponik.pdf
- Teknologi Hidroponik Sawi Menggunakan Sistem DFT.pdf
- Sistem Hidroponik.pdf
- Pupuk Cabai Metode Hidroponik.pdf
- Sistem Kontrol Nutrisi Hidroponik Sistem Kontrol Nutrisi Hidroponik Hidroponik.pdf
- Panduan Teknis Budidaya Tanaman Cabai Merah.pdf
- Penerapan Sistem Mono Cabang pada Budidaya Tomat Cherry Secara Hidroponik.pdf
- Panduan Budidaya Tanaman Sayuran Hidroponik.pdf
- Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Tomat dengan Sistem Budidaya Hidroponik.pdf
- Mengatur Suhu, Kelembaban, Waktu Pemberian Nutrisi dan Pembuangan Air Sistem Hidroponik.pdf
- Menanam Hidroponik Menggunakan Sistem Pasang Surut.pdf
- Media Tanam Bukan Tanah.pdf
- Macam-Macam Media Tanam Hidroponik.pdf
- Media dan Jenis Tanaman Sistem Hidroponik.pdf
- Hidroponik Sistem NFT.pdf
- Hidroponik Sistem NFT (Nutritient Film Technique).pdf
- Hidroponik Sederhana.pdf
- Hidroponik Sistem Irigasi Tetes.pdf
- Cara Membuat Rak Hidroponik Pipa Sistem DFT-NFT Modifikasi.pdf
- Bertaman Sayuran Hidroponik.pdf
- Budidaya Paprika Hidroponik.pdf
- Analisis Sistem Irigasi Hidroponik NFT(Nutrient Film Technique) pada Budidaya Tanaman Selada.pdf
- Analisis Kelayakan Finansial Budidaya Melon Hidroponik.PDF
- Teknologi Media Tanam dan Sistem Hidroponik.pdf
- Tanaman Mentimun dalam Metode Hidroponik.pdf
- Teknologi Hidroponik Sawi Menggunakan Sistem DFT.pdf
- Sistem Hidroponik.pdf
- Pupuk Cabai Metode Hidroponik.pdf
- Sistem Kontrol Nutrisi Hidroponik Sistem Kontrol Nutrisi Hidroponik Hidroponik.pdf
- Panduan Teknis Budidaya Tanaman Cabai Merah.pdf
- Penerapan Sistem Mono Cabang pada Budidaya Tomat Cherry Secara Hidroponik.pdf
- Panduan Budidaya Tanaman Sayuran Hidroponik.pdf
- Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Tomat dengan Sistem Budidaya Hidroponik.pdf
- Mengatur Suhu, Kelembaban, Waktu Pemberian Nutrisi dan Pembuangan Air Sistem Hidroponik.pdf
- Menanam Hidroponik Menggunakan Sistem Pasang Surut.pdf
- Media Tanam Bukan Tanah.pdf
- Macam-Macam Media Tanam Hidroponik.pdf
- Media dan Jenis Tanaman Sistem Hidroponik.pdf
- Hidroponik Sistem NFT.pdf
- Hidroponik Sistem NFT (Nutritient Film Technique).pdf
- Hidroponik Sederhana.pdf
- Hidroponik Sistem Irigasi Tetes.pdf
- Cara Membuat Rak Hidroponik Pipa Sistem DFT-NFT Modifikasi.pdf
- Bertaman Sayuran Hidroponik.pdf
- Budidaya Paprika Hidroponik.pdf
- Analisis Sistem Irigasi Hidroponik NFT(Nutrient Film Technique) pada Budidaya Tanaman Selada.pdf
- Analisis Kelayakan Finansial Budidaya Melon Hidroponik.PDF
Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Buku Hidroponik PDF Gratis. Semoga bisa bermanfaat.